INDRAMAYU – Pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat Periode 2021-2026 sukses digelar di Pondok Pesantren Hidayatut Tholibin, Indramayu, Selasa (14/12). Ratusan kiai yang menjadi pengurus PWNU Jawa Barat baik Mustasyar, Syuriah, Tanfizdziah, dan A’wan dari sejak pagi telah berdatangan ke pesantren yang diasuh ketua PWNU terpilih KH Juhadi Muhammad.
Hadir pula Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Suntana, dan juga tentu ketua PBNU KH Said Aqil Siradj. Tampak juga Ketua PSSI Komjen (Purn) Iriawan atau akrab disapa Iwan Bule yang terlihat berdiskusi intens dengan tokoh Jawa Barat KH Maman Imanulhaq.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Jawa Barat dalam sambutannya menekankan kembali pentingnya kolaborasi dari NU bersama stakeholder lain di Jawa Barat untuk memajukan program-program keagamaan, sosial, dan ekonomi. Kang Emil, begitu ia karib disapa, mengapresiasi NU khususnya PWNU Jawa Barat yang telah begitu banyak memberikan sumbangsih kepada masyarakat Jawa Barat dengan menjalankan program-program keagamaan oleh kader-kader NU.
Pada pelantikan itu, Kiai Maman yang juga dilantik sebagai Mustasyar PWNU Jawa Barat, diberi kesempatan untuk memberi tausiah singkat sebelum kehadiran Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj. Dalam kesempatan itu Kiai Maman menegaskan kembali tradisi Islam ahlus sunnah wal jamaah (aswaja) dan Nahdlatul Ulama yang memiliki 4 poin penting. Yang pertama, kata Kiai Maman, adalah menjadikan Islam sebagai energi untuk transformasi dan perdamaian.
“Islam adalah pedoman dalam kehidupan dan islam adalah kekuatan kita untuk melakukan upaya-upaya pembelaan terhadap nilai kemanusian,” kata Kiai Maman dalam tausiahnya.
Yang kedua, Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi ini menyebut 2 ciri khusus dalam aswaja, pertama yakni tidak pernah mengkafirkan orang lain, menuduh yang lain sesat, tetapi justru aswaja punya tradisi dakwah yang merangkul bukan memukul, dakwah yang mengajak bukan mengejek. Tradisi aswaja juga mempunyai tradisi pentingnya sanad keilmuan sehingga seseorang tidak semena-mena mengatasnamakan agama lalu melakukan kekerasan, melakukan diskriminasi, bahkan terorisme.
“NU dengan prinsip aswajanya menekankan pentingnya dia berguru pada siapa, bagaimana sanad keilmuannya di mana pesantrennya dan bagaimana afiliasinya,” pungkas Kiai Maman.
Yang ketiga adalan NU itu sendiri. NU menurut Anggota DPR RI Komisi VIII ini hadir di Indonesia ini untuk menjaga akidah aswaja, menekankan kembali komitmen hubbul wathon minal Iman, mencintai tanah air adalah komitmen dari keimanan. NU pun bergerak di seluruh bidang, tidak hanya bidang pendidikan namun juga ekonomi bahkan kebudayaan. Hadirnya pesantren-pesantren yang hampir 27 ribu, dengan 1,4 juta santri yang mukim dan penyebaran alumni itu mayoritas dimiliki NU.
“Dengan kekuatan itu NU pernah memiliki presiden, hari ini wakil presiden, menteri, gubernur, dan terutama kiai-kiai di tengah kampung yang terus menyebarkan nilai-nilai perdamaian dan kecintaan terhadap Tanah Air,” imbuh Kiai Maman.
Poin keempat adalah komitmen dalam mencintai Indonesia. Kiai Maman menegaskan bahwa NKRI adalah harga mati yang harus dijaga. Dengan NKRI inilah pemeluk agama bisa menjalankan ibadahnya dengan tenang, hak milik tiap individu terjaga, keselamatan jiwa terjaga, dan peradaban bangsa dapat tumbuh dan dilestarikan.
Di akhir tausyiahnya kiai Maman mengingatkan kembali kasus Herry Heryawan, predator seks dari Cibiru. Ia menegaskan bahwa kejadian mengenaskan itu tidak boleh terjadi lagi. Makanya, kata Kiai Maman, pesantren NU harus lebih selektif untuk membina para alumninya dan juga mengawasi gerak-geriknya termasuk masyarakat diminta untuk terus melakukan sinergitas dengan pesantren-pesantren yang ada. Kiai Maman yakin bahwa tidak ada satupun pesantren dan juga kiai NU yang akan melakukan kekerasan apalagi kekerasan seksual terhadap anak-anak yang justru menjadi tanggung jawabnya untuk diberi kasih sayang.
Hariri