POLITICNEWS_Pasuruan: Tercemarnya sungai Kambeng membuat warga Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan gerah.
Kegerahan warga itu direspon Pemdes Bulusari dengan terjun langsung ke lokasi memantau penyebab tercemarnya sungai, Selasa (13/9/2022).
Sebanyak lima orang dengan dipimpin langsung oleh Kades Bulusari, Siti Nurhayati, menyusur sungai demi sungai.
Fokus utama memang Sungai Kambeng. Tapi semua sungai di area Bulusari dipelototi satu persatu.
Kondisi Sungai Kambeng sendiri saat Tim memantau, terlihat normal. Tak berbau dan warna tak menghitam.
“Kalau sekarang, kondisinya normal. Tapi tadi pagi kami mendapat laporan warga, warna air pekat. Makanya, sekarang coba kami telusuri,” terang Siti Nurhayati.
Mendapati kondisi sungai yang normal tak membuat satu-satunya Kades perempuan di Gempol itu puas.
Ia memutuskan menelusuri aliran Sungai Kambeng hingga masuk area desa tetangga. Target pemantauan adalah saluran limbah di salah satu perusahaan.
Cukup lama Tim Pemdes berada di saluran itu. Karena untuk menuju ke saluran pembuangan, Tim harus bekerja keras.
Tempatnya sulit dijangkau. Medannya terjal. Untuk menuju ke bibir saluran pembuangan itu, Tim harus bergelayut di pohon bambu.
“Ini salah satu yang kami curigai. Airnya berbusa. Tapi kami tak mau asal tuding. Kami akan menunggu hasil Lab dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pasuruan dulu,” jelas Siti Nurhayati.
DLH sendiri, lanjut Siti, beberapa hari yang lalu sempat datang dan mengambil sampel air sungai yang menghitam. Namun, sayangnya hingga hari ini, tak ada kabar hasil uji laboratorium nya.
“Hasil Lab nya ini ditunggu masyarakat. Sampai hari ini tak ada kabar sama sekali. Saya kirim pesan singkat, juga tak ada kabar. Masak seminggu belum keluar hasilnya,” ujarnya keras.
Sejatinya, kondisi sungai yang tercemar sudah berjalan bertahun-tahun. Selama itu pula, sambung Nurhayati, tak ada hasil yang jelas dari DLH.
Setiap peristiwa yang dilaporkan ke DLH selalu berakhir mengambang. Artinya tak ada tindakan konkret. DLH, lanjutnya, hanya datang, ambil sampel, dan tak ada kabar alias menguap begitu saja.
“Sebetulnya sudah lama. Hampir 20 tahun. Tapi dari dinas terkait seperti DLH tetap saja prosesnya berhenti disitu. Datang, diambil sampel, dan enggak ada kabar kelanjutannya,” bebernya.
Kini, ia tak tahu harus mengambil tindakan apa lagi. Semua yang ia lakukan sudah sesuai dengan tupoksi nya sebagai Kades. Ia bahkan berencana melaporkan kepada DLH Jatim.
“Warga sudah jengah. Sedangkan DLH lambat sekali. Apa saya harus melapor ke DLH provinsi biar masalah ini cepat teratasi,” jelasnya.
Kondisi musim kemarau, jelasnya, membuat sungai makin parah. Warna dan bau makin kentara. Hal ini tak terjadi saat musim penghujan. Karena limbah langsung tergerus derasnya aliran sungai.
“Kalau musim seperti ini benar-benar membuat warga gusar. Saya tak yakin bisa membendung warga, jika sewaktu-waktu warga ingin melontarkan aspirasinya langsung ke perusahaan,” tutupnya.
Sementara itu hingga berita ini selesai ditulis, Kepala DLH Kabupaten Pasuruan, Heru Farianto, belum memberikan komentar apapun. Pesan singkat yang awak media kirimkan belum dibalas.
Jurnalis dan acounting jatim