POLITICNEWS.ID: Sekretaris Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dr. Haniaf Faisol Nurofiq menyebutkan bahwa pihaknya akan terus melakukan sosialisasi program Folu Net Sink 2030.
Selain sesuai dengan arahan Menteri LHK Prof. Dr. Siti Nurbaya Bakar, menurut Hanif, Folu Net Sink bisa menjadi acuan dalam proses perubahan iklim Indonesia untuk dunia.
“Ini bukan lagi karena arahan dari Bu Menteri, melainkan perubahan iklim memang kebutuhan kita bersama,” ujarnya kepada POLITICNEWS.ID, Sabtu, 17 September 2022.
Hanif mengungkapkan, bahwa keterlibatan Menteri Lingkungan Hidup Norwegia beberapa hari lalu terkait rehabiitasi mangrove di Kalimantan, adalah bukti bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang diandalkan dunia dalam perubahan iklim.
“Beberapa hari lalu, Bu Menteri bersama Menteri Lingkungan Hidup dari Norwegia, Espen Bath Eide melakukan tanam mangrove bersama. Beliau (Barth Eide) sangat mendukung peran Indonesia dalam perubahan iklim,” tegasnya.
Peraih penghargaan berupa tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo ini menambahkan, bahwa Norwegia sangat memberikan dukungan penuh terhadap program Folu Net Sink 2030.
“Ini menjadi bukti, bahwa Norwegia juga menginginkan kerjasama berkelanjutan terkait perubahan iklim, bahkan kita menjalin kemitraan dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) tentang Partnership in Support of Indonesia’s Efforts to Reduce Greenhouse Gas Emissions from Forestry and Other Land Use yang telah ditandatangai oleh kedua menteri beberapa hari lalu,” sambung Hanif.
Adapun menurutnya, partisipasi masyarakat luas untuk bersama-sama membangun kesadaran untuk perubahan iklim sudah bisa dilakukan melalui kelompok kecil di masyarakat.
“Kita ajak masyarakat, berikan edukasi dan pemahamam bahwa pentingnya perubahan iklim ini untuk kita bersama. Lalu bagaimana caranya, ajak dan libatkan masyrakat untuk melakukan tanam pohon bersama, pelestarian hutan yang memiliki potensi 60 persen dalam perubahan iklim.
“Jadi, perlu diketahui serapan karbon pada mangrove di hutan itu bisa mencapai lima kali lebih tinggi daripada jenis pohon lain, itu artinya jika kita membuka lahan baru akan menambah potensi karbon yang bisa memicu keuntungan bagi masyarakat setempat, karena nilai karbon saat ini masih rendah, yakni 5 dolar, padahal dengan melakukan penanaman mangrove, pelestarian hutan tentunya berbagai keuntungan juga bisa didapatkan oleh masyarakat luas,” tutupnya.
Sebagai informasi, MoU antara Indonesia dan Norwegia adaah meliputi kerjasama terkait pengurangan emisi darai deforestasi dan degradasi hutan dengan melindungi dan pengelolaan hutan melalui partisipasi masyarakat.
Selain itu, peningkatan kapasitas untuk memperkuat penyerapan karbon hutan alam melalui pengelolaan hutan lestasi, rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial, termasuk mangrove.
Kemudian adapula, konservasi keaneka ragaman hayati, pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan kerusakan lahan gambut.