Home / Rilis

Minggu, 29 Agustus 2021 - 13:07 WIB

Prof. Didik J. Rachbini: Katanya Pertumbuhan Ekonomi Naik, Kok Kredit Masih Seret?

Ali Akbar - Penulis

PoliticNews.ID : Ekonom Senior Prof. Dr. Didik J Rachbini menyoroti penetrasi perbankan yang terus turun dalam diskusi “Katanya Pertumbuhan Ekonomi Naik, Kok Kredit Masih Seret?” di Jakarta (25/8/2021).

Dr. Aviliani – Ekonom Senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) menyoroti perubahan perkembangan perbankan saat ini. “Di masa pandemi seperti sekarang, untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat, pemerintah telah membuat kebijakan agar masyarakat tetap percaya kepada perbankan.”

Prof. Didik juga mempertanyakan kinerja perbankan saat-saat ini “Bahkan tragisnya saat ini penetrasi perbankan ke masyarakat meski dalam keadaan normal hanya 42% malah lebih rendah dari penetrasi perbankan Filipina 70%, Bangladesh 64% bahkan kalah dengan Myanmar. Apalagi Singapura yang 136%.

Ia menilai bahwa pimpinan bank pemerintah mencari posisi aman dengan tidak terus mengembangkan level penetrasinya ”Bank tidak mejadi pelopor mendorong dinamika bisnis, cuma ikut saja perdagangan dan bisnis yang ada.” Kata Prof. Didik yang juga rektor Universitas Paramadina ini.

Menurutnya CEO BUMN pemerintah, termasuk bank, seperti dalam disertasi Sandi Uno, level entrepreneurship inisiatifnya sangat rendah hanya 44 persen.  “Ini menyebabkan BUMN dan bank BUMN mandeg. Jika demikian terus maka Indonesia akan terus tertinggal dan cepat tua karena sebelum naik menjadi negara kaya, semua indikatornya sudah meredup.”

Didik juga menilai bahwa setelah krisis, perbankan cenderung tidak bergerak untuk penetrasi ke masyarakat, dan hanya “melayani” orang-orang kaya saja. “Bahkan terkesan manja ketika hanya ‘main’ di SUN yang pertumbuhannya hampir 40%. SUN juga bunganya paling tinggi di dunia dan amat menguras pajak masyarakat.” Katanya.

Baca Juga :  OSO Resmi Lantik Pengurus Srikandi Hanura dan Lasmura, Ajak Milenial Berperan Aktif

Dr. Aviliani – Ekonom Senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) menyoroti perubahan perkembangan perbankan saat ini. “Di masa pandemi seperti sekarang, untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat, pemerintah telah membuat kebijakan agar masyarakat tetap percaya kepada perbankan.”

Tercatat, pertumbuhan dana masyarakat yang disimpan di bank cukup tinggi mencapai 10% yang berarti orang hanya menyimpan saja diperbankan. “Hal itu mungkin akibat PPKM dan pandemi hingga masyarakat tidak mau berbelanja dulu dan memilih jalan aman menyimpan saja dananya di perbankan.”

Pengalaman pada krisis 2008 dan 1998 ketika perbankan collapse maka tingkat kepercayaan masyarakat akan turun. “Beruntungnya, hal itu tidak terjadi di masa pandemi saat ini. Karena itulah, pertumbuhan ekonomi RI meskipun rendah, tapi terlihat masih biasa-biasa saja.“ katanya.

Kondisi sejak pandemi diiringi dengan turunnya daya beli masyarakat. Maka otomatis supply atau orang yang bertransaksi atau penjualan juga akan turun.

Jika konsumen tidak ada, maka transaksi ke perbankan juga tidak ada karena tidak ada rencana investasi. “Akibat dari itu penyaluran kredit perbankan akan rendah, bahkan tumbuh negatif. Jika dipaksakan bank untuk memberikan kredit, masalahnya yang meminta kredit bank tidak ada.” Kata Aviliani.

Baca Juga :  Resmikan Sekolah Politik Perempuan ICMI, Ketua MPR RI Bamsoet Dorong Peran Perempuan di Panggung Politik Nasional

Saat ini memang banyak kebijakan yang diberikan agar ekonomi tetap stabil sampai ekonomi membaik. “Mungkin hingga 2023 karena pertumbuhan ekonomi pada 2022 diperkirakan lebih buruk ketimbang 2021.” Katanya.

Terkait kredit Aviliani menyatakan bahwa ke depan penyaluran kredit ke masyarakat tidak akan didominasi oleh lembaga perbankan. “Dengan banyak tumbuhnya fintech dan multifinance yang lain, maka alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan kredit mudah dan cepat akan semakin banyak dari lembaga keuangan nonbank.” Katanya.

Menurut Eko, kredit perbankan juga sedang mengalami masalah besar dengan kondisi daya beli masyarakat, ditambah menurunnya minat investasi dan kebutuhan kredit perbankan di masa pandemi.

Eko B. Supriyanto, ME – Pimpinan Redaksi Infobank juga menyoroti tentang penetrasi perbankan “Perbankan dimungkinkan untuk kembali memperbaiki tingkat penetrasi hingga 62% seperti tahun 1980-1998, namun harus terlebih dulu membereskan sektor riil.” Katanya.

Menurut Eko, kredit perbankan juga sedang mengalami masalah besar dengan kondisi daya beli masyarakat, ditambah menurunnya minat investasi dan kebutuhan kredit perbankan di masa pandemi.

“Dengan kondisi yang demikian ini, maka sulit mengharap peran perbankan untuk mencapai tingkat penetrasi sebagaimana masa-masa sebelum krisis. Apalagi sampai mengharapkan perbankan dan kredit menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.” Kata Eko.

Hal itu ditambah faktor para bankir sekarang yang berbeda dengan geliat para bankir tahun 80-an – 90-an yang berani melakukan create the business.

“Perbankan sekarang cenderung hanya menunggu saja bantuan pemerintah agar tidak collapse dan merasa lebih aman bermain dengan pembelian SBN dari obligasi yang ditawarkan pemerintah.” Pungkasnya.

Rilis : Arief H. Tito – Humas & Publikasi Universitas Paramadina

Follow WhatsApp Channel politicnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 128 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Rilis

Partai Demokrat Tetap Menjadi Mitra Dalam Membangun Sumsel

Legislator

Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Peningkatan Status Siaga Tempur di Nduga Papua

Rilis

KNTI: Perlindungan Nelayan Mutlak dalam Negosiasi Iklim COP26

Komunitas

Kado HUT ke-77 RI, YMTTN Berbagi Buku di SMP Negeri 1 Miomaffo Barat

Komunitas

Peringati HUT INKAI KE-53, Ratusan Karateka Maluku Utara Ikuti Latihan Gabungan

Komunitas

Oknum Polisi Aniaya ODGJ, DPD GMNI Desak Polda NTT Segera Tindak Tegas dan Dipecat

Rilis

Gala Dinner BK PON dan Kejurnas Bridge Tahun 2023 

Eksekutif

Gubernur Sumbar Serahkan Penghargaan Camat Terbaik Tingkat Provinsi 2023