Home / Opini / Rilis

Sabtu, 8 Oktober 2022 - 06:25 WIB

Peran Moral-Historis Pemuda  untuk Otonomi Lembata

KM - Penulis

Oleh: Viktus Murin

 

(Pengantar Redaksi):
Pekan depan, tepatnya tanggal 12 Oktober 2022, akan ada peristiwa intelektual yang cukup monumental di Kabupaten Lembata, yakni peluncuran (launching) buku berjudul; “Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya” .
Buku ini telah terbit tahun 2020, namun akibat situasi pandemik Covid-19, baru dapat di-launching tahun 2022 ini. Buku yang sarat dengan dokumentasi sejarah perjuangan otonomi Lembata ini ditulis oleh Thomas B. Ataladjar, seorang penulis berdarah Lembata yang telah menulis banyak buku sejarah di Nusantara.
Beberapa tokoh nasional asal Lembata turut diminta menyumbangkan tulisannya dalam buku ini, satu diantaranya adalah Viktus Murin, Sekjen Presidium GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) periode 1999-2002, yang kini menjadi Tenaga Ahli Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Mengingat topik yang ditulis “Bung VM” bersentuhan kental dengan idealisme pemuda, maka Redaksi memandang penting untuk menurunkan tulisan tersebut. Kiranya bermanfaat bagi segenap pemuda di Nusa Tenggara Timur, selain tentu saja para pemuda dari “nusa ikan paus” Lembata.
Redaksi akan menurunkan dua seri tulisan Bung VM. Setelah tulisan seri-1 ini (Peran Moral-Historis Pemuda untuk Otonomi Lembata), beberapa hari ke depan Redaksi akan menurunkan “Catatan” Bung VM atas buku karya Thomas B. Ataladjar yang fenomenal ini;
“Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya” . ***

Setiap generasi bangsa bertanggung jawab terhadap masa depan generasi sesudahnya. Bila ini tidak terlaksana, musnahlah suatu bangsa.” (VM)

Alas Kata

Puji TUHAN, syukur alhamdulilah. Sungguh saya bersyukur dan berbangga karena boleh menuangkan pemikiran dalam buku monumental karya Thomas Ataladjar, sang penulis senior yang berkarakter dan rendah hati. Buku monumental bertajuk “Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya” ini makin berbobot secara akademis lantaran prolog dan epilog-nya ditulis oleh akademisi terkemuka, Prof.DR.Alo Liliweri,MS (Undana Kupang), dan DR.Yoseph Yapi Taum (Sanata Dharma Yogyakarta).

Bersyukur, sebab secara imaniah saya selalu meyakini bahwa tidak ada hal yang kebetulan di dalam TUHAN. Pun saat Kaka Thomas (begitu biasa saya menyapa sang penulis) menelpon saya dari Jakarta, pada masa awal pandemik Covid-19. Ketika ditelpon, saya sedang berada di Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara berjuluk “Bumi Nyiur Melambai”, daerah di mana saya dan keluarga berdomisili. Berbangga, sebab permintaan dari seorang penulis senior, sejatinya merupakan undangan kehormatan di ranah literasi. Secara pribadi saya memang telah menulis beberapa buku ber-jenre “bunga rampai”; kumpulan opini saya di media massa. Namun, menulis khusus untuk buku seorang penulis senior seperti Thomas Ataladjar, tentulah menjadi kebanggaan personal yang monumental.

Jejak-jejak Idealisme Pemuda

Perjalanan negara-bangsa (nation-state) Indonesia ditandai oleh jejak-jejak peran moral-historis pemuda yakni pada momen Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Revolusi Kemerdekaan 1945, Transisi Politik 1965/1966, Peristiwa Malari 1974 yang menentang hegemoni kapitalisme, dan Gerakan Reformasi 1998. Fakta monumental ini menegaskan bahwa pemuda adalah pelopor sekaligus penjaga moral sejarah bangsa. Maka layaklah pemuda dipatrikan sebagai kekuatan moral (moral force), kontrol sosial (social control), dan pelaku perubahan (agent of change). Kedudukan moral pemuda itulah yang menjadi basis historis-filosofis bagi Negara untuk membuat payung hukum pembangunan kepemudaan yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.

Perihal UU Kepemudaan, saya memahami agak mendalam substansi materinya, sebab sejak berbentuk rancangan undang-undang (RUU), saya turut terlibat dalam penyusunan, pembahasan, dan perdebatan diskursusnya. UU Kepemudaan diinisiasi oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga era Menpora Adhyaksa Dault, pada masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Muara strategis  UU Kepemudaan adalah “melahirkan” sosok pemuda yang berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing.

Dalam konteks perjuangan otonomi Lembata, merujuk pada catatan dokumentasi, termasuk melalui tuturan lisan pelaku sejarah, bahwa pada pra, sewaktu, dan pasca deklarasi Statemen 7 Maret 1954, tampillah guru-guru muda yang memberi pencerahan mengenai hakikat, nilai, dan manfaat dari otonomi bagi Lembata. Bila dicermati, usia rata-rata para guru muda itu berkisar di bawah 30 tahun. Fakta ini ternyata linear dengan ketentuan UU Kepemudaan pada era kini, yang membatasi usia pemuda 16 sampai 30 tahun. Apa artinya? Bahwa guru-guru muda Lembata di masa dulu adalah pemikir-pemikir cerdas dan visioner. Mereka mampu berpikir mendahului zamannya. Banyak dari guru-guru muda itu kini telah berpulang, pada saat mana Lembata benar-benar sudah menjadi kabupaten otonom.

Yang sudah tertulis, akan tetap tertulis! Demikianlah dengan peristiwa monumental deklarasi Statement 7 Maret 1954 dan Memorandum 1999 dengan segala romantikanya. Yang  tertulis seirama dengan gerak naturnya sejarah, pasti bertahan. Yang tertulis, tapi tidak seirama bahkan bertentangan dengan gerak naturnya sejarah, pasti dilupakan. Ibarat petuah mendiang Bung Karno muda, sang revolusioner sejati; “Yang tidak murni terbakar mati!”

Baca Juga :  Bamsoet: FKPPI Harus Menjadi Rumah Bersama Keluarga Besar Putra-Putri TNI Polri dan Putra-Putri Purnawirawan TNI Polri

Rekaman gerak sejarah mencatat bahwa prosesi perjuangan otonomi Lembata tahun 1999 kembali dipelopori para pemuda. Pemudalah yang menjadi “pemantik” spirit otonomi Lembata, demi menangkap “peluang tersembunyi” pasca Gerakan Reformasi 1998. Ada terselip semacam “peluang emas” di seputaran denyut euforia era reformasi. Namun, bukan salah bunda mengandung. Qui zera-zera. Yang harus terjadi, terjadilah!

Dalam komparasi sejarah perjuangan bangsa, peluang otonomi Lembata 1999 itu “bacaan momentumnya” mirip dengan situasi di mana para pemuda mendesak Bung Karno-Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, saat pemerintahan kolonial Jepang sedang ‘berjalan mundur untuk bertekuk lutut kepada Sekutu’. Tekanan massa-aksi pemuda untuk “menggiring” kedua proklamator ke Rengasdengklok merupakan pematangan situasi revolusi demi merealisasikan “kegentingan yang memaksa”. Serupa tapi tak sama, dalam Memorandum 1999, para pemuda Lembata memberikan tekanan massa-aksi demi merealisasikan “kegentingan yang memaksa”. Tujuannya, “menggiring” Pemerintah Kabupaten Flores Timur agar menerbitkan Rekomendasi sebagai prasyarat administratif untuk perjuangan status otonomi Lembata ke pemerintah pusat. Massa-aksi berlangsung marathon, berawal di Lembata dan berlanjut ke Larantuka, ibukota Kabupaten Flores Timur. Massa-aksi itu terbukti ampuh!

Sampul depan buku Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya

Suasana batin demokrasi nasional pada masa transisi pasca lengsernya Pak Harto, memicu ketidakstabilan politik yang berkorelasi dengan tekanan aspirasi masyarakat di daerah. Sebagai pemerintahan transisi yang mesti berupaya menepis image sebagai pelanjut rezim lama, maka pemerintahan Presiden BJ Habibie menjadi lebih responsif dan luwes menghadapi aspirasi masyarakat sipil.

Perhelatan Memorandum 1999 ibaratnya menjadi “tekanan politik yang mengejutkan” bagi otoritas pemerintahan Kabupaten Flores Timur. Di titik psikopolitik inilah, para pemuda Lembata menemukan “momentum emas” untuk melakukan tekanan massa-aksi. Alhasil, Bupati Flores Timur akhirnya mengeluarkan Rekomendasi kepada otoritas Pembantu Bupati Flores Timur di Lembata untuk memperjuangkan statusnya sebagai kabupaten otonom.

Para pemuda Lembata tampil heroik berjuang memperoleh “Rekomendasi” dari Bupati Flores Timur, Hendrikus Henky Mukin yang adalah seorang purnawirawan TNI. Di bawah naungan organisasi taktis bernama AKAR LAMAHOLOT, para pemuda dan beberapa tokoh tua berjiwa-juang muda melakukan tekanan massa-aksi, mereka diantaranya; Agus Baro Wuran, Alwi Murin, Vian Burin, Yoseph Lembata, Isabela Uran, Fatima Betekeneng, Rufinus Laba Lazar, Martin Payong Pukan, Yus Korohama, Yoseph Baha Hekur, dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka tampil progresif dalam aksi-aksi seputar Memorandum 1999.

Anyaman Warta “Kuli Tinta”

Kaum“kuli tinta” (baca: wartawan) berusia muda-progresif  pun berperan signifikan mendorong realisasi status Lembata otonom. Tentu banyak wartawan muda berdarah Lembata dan atau bukan keturunan Lembata, yang telah berkontribusi dalam pemberitaan mengenai perjuangan otonomi Lembata. Halmana dapat ditelusuri melalui klipingan media massa pada buku “Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya”.

Dengan menaruh respek kepada para sahabat wartawan  dari berbagai media massa, izinkan saya menyebut beberapa nama media dalam skala psikologis persada NTT, sebagai apresiasi atas ikhtar literasi isu otonomi Lembata, baik untuk termin waktu seputar Peristiwa Statemen 7 Maret 1954, maupun untuk Peristiwa Memorandum 1999. Media bernuansa lokal itu diantaranya Mingguan DIAN, Harian POS KUPANG, Harian FLORES POS, dan “buletin” sederhana ATA KIWAN. Last but not least, Majalah SUARA LEMBATA menjadi media paling intens mengulas perjuangan otonomi Lembata 1999. Istimewanya, pemimpin dan penggerak Majalah SUARA LEMBATA itulah yang kini sukses menghadirkan buku fenomenal: “Lembata dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya.”

Dua kuli tinta berlabel “wartawan lepas” yang ikut menyaksikan prosesi perjuangan tim delegasi otonomi Lembata  di Jakarta tahun 1999 adalah Ansel Deri, dan saya. Selembar pose karya “tukang foto” Saverrapaal Corvando menangkap secara elegan momen tim delegasi otonomi saat Dengar Pendapat dengan DPR RI. Dalam pose itu, nampak dua lelaki kurus kering duduk di belakang deretan kursi tim delegasi. Seorang berkaos krah warna hijau agak lusuh (Viktus), seorang lagi berkemeja putih, juga agak lusuh (Ansel). Keduanya “duduk bodok-bodok” (meminjam istilah kami anak Lewoleba semasa sekolah dulu), tetapi dengan seksama “merekam”angle-angle penting dalam Dengar Pendapat. Seingat saya, kami ikut di dua “stasi” yakni Gedung DPR/MPR Senayan, dan Kantor Perwakilan NTT di daerah Tebet pada acara dialog tim delegasi dengan Gubernur NTT Piet Alexander Tallo,SH.

Dengan merawat respek atas peran kontributif rekan wartawan lainnya, izinkan saya “terbang” ke masa silam, ke bulan Juli 1994, saat saya masih menjadi Wartawan Pos Kupang. Ada enam seri tulisan saya dengan sub-judul: “Daerah dan kota di NTT, sebuah catatan historis” yang secara khusus menyoroti Lembata. Saya kutip lagi judul tulisan untuk tiga seri terakhir yakni; “Masih sebuah obsesi, perjuangan Lembata menjadi kabupaten” (seri keempat); “Kandungan sumberdaya alamnya, menjadikan Lembata potensial” (seri kelima); dan  “Realitas miskin mesti menjadi cambuk bagi rakyat Lembata (seri keenam).

Baca Juga :  Reses Partisipatif, Penyelenggaraan Hubungan Masyarakat Dalam Pembentukan Rancangan PERDA Usulan Inisiatif.

Di aras nasional, media massa cetak dan elektronik pun tetap terjaga idealismenya, sehingga intens menganyam warta mengenai perjuangan otonomi Lembata tahun 1999. Media massa itu antara lain; KOMPAS, MEDIA INDONESIA, SUARA KARYA, INDONESIAN OBSERVER, BERITA BUANA, dan SIAGA, serta  TVRI dan  INDOSIAR.

Percik Permenungan dan Sejumput Asa

Dari perspektif religiositas, testimoni alkitabiah pun mengisahkan kesuksesan tokoh-tokoh muda. Tokoh muda dalam Alkitab itu antara lain Yusuf, Saul, Daud, Yerobeam, Daniel, Yehezkiel, Ester, Paulus, dan Timotius. Dalam konteks kekinian, kaum muda tidak mesti menjadi seperti “kisah sukses” tokoh-tokoh Alkitab. Yang terpenting, kaum muda mau menjadikan kisah sukses itu sebagai inspirasi untuk melakoni ziarah hidup. “Jangan biarkan orang lain memandang rendah dirimu karena kamu masih muda, tetapi berikan teladan bagi orang-orang percaya dalam ucapan, perilaku, cinta, iman, dan kemurnian.” (1 Timotius 4:12)

Ziarah kehidupan selalu menampilkan dua sisi capaian; sukses dan gagal. Sebagai manusia merdeka, kaum muda mesti membangun karakter dan integritas dirinya serta “self-control” yang kokoh pada setiap langkah kehidupan. Sehingga saat mencapai sukses, tidaklah menjadi sombong dan angkuh. Sebaliknya, saat mengalami kegagalan tidak lekas putus asa, atau terpenjara dalam amarah. “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Amsal 22:6)

Pemuda. Kaum muda. Orang muda. Apapun sebutannya  sebagai kategori biologis atau kategori sosial, sejatinya tidak boleh berhenti melakoni peziarahan idealisme. Tubuh jasmani boleh mati, tetapi “tubuh rohani” (termasuk idealisme) akan selalu abadi. “Arti penting manusia tidak terletak pada apa yang telah dicapainya, tetapi lebih pada apa yang hendak diraihnya.” (Kahlil Gibran/Pujangga Lebanon).

Bercermin pada kisah sukses tokoh-tokoh besar, sejak usia muda bahkan sejak kanak-kanak, mereka telah ditempa aneka-rupa kesulitan hidup. Daya survivalitas mereka pun bertumbuh kokoh. Namun, uniknya, mereka berhenti sejenak saat telah eksis. Menoleh ke belakang demi mengajak orang lain ikut berjalan maju. “Janganlah berupaya hanya untuk bertahan hidup. Jalani hidup dengan membuat perbedaan yang bermanfaat bagi banyak orang. Saat cita-cita telah diraih, berbaliklah untuk menarik maju satu demi satu orang, agar ikut membuat perbedaan yang bermanfaat.” (Denzel Washington/Aktor Hollywood).

Para pemuda di republik majemuk ini, tak terkecuali di Lembata, teruslah membangun integritas diri sebagai manusia merdeka. Teruslah berjuang menjemput asa dan meraih cita-cita, agar selain mampu bertanggungjawab pada zamannya, juga tangguh menyiapkan zaman baru bagi generasi berikut. Teruslah berikhtiar membebaskan diri dari belenggu ‘berhala-berhala dunia’ seperti pragmatisme yang liar, hedonisme yang congkak, atau kekuasaan yang rakus. Di ranah politik praktis sebagai jembatan kontestasi menuju praksis pemerintahan, kaum muda mesti intens membangun adab-budaya “politik nilai”, agar tiba pada perilaku demokrasi yang memuliakan kemanusiaan! “Kerakusan terhadap simbol-simbol kekuasaan seperti jabatan, uang, dan materi, selalu merupakan cikal bakal keruntuhan diri.”(VM) ***

*) Penulis, adalah Tenaga Ahli Ketua MPR RI  Bambang Soesatyo (2019-2024)

Sebelumnya, adalah Tim Ahli Menpora RI (2004-2009); Tim Asistensi Kemenpora RI (2009-2013); Tenaga Ahli Anggota DPR-RI (2015-2018). Kiprah organisasi: Sekretaris GMNI Kupang (1993-1996); Sekjen Presidium GMNI (1999-2002); Wakil Sekjen DPP AMPI (2003-2008); Ketua Depinas SOKSI 2017-2019/Mengundurkan diri, Wakil Sekjen DPP PARTAI Golkar (2018-2019). Kiprah jurnalistik; Wartawan Pos Kupang (1992-1995), Wartawan Berita Yudha (1995-1996), Wartawan Majalah SKALA (2001),Wartawan pada sejumlah media ibukota pasca reformasi (2002-2004); Wartawan Koran PROAKSI (2004), Redpel/Pemred Website Partai Golkar www.golkar.or.id (2003-2009); Koordinator Redaksi Majalah Kristiani NARWASTU Perwakilan Wilayah Timur Indonesia yang berkedudukan di Sulawesi Utara (2019-Sekarang). Karya Tulis: Skripsi: “ Struktur  Sajak-sajak Malam Stanza Empat Kumpulan Sajak WS Rendra dan Metode Pengajarannya di SMU”(1995).  Penulis Buku: Mencari Indonesia,  Balada Kaum Terusir. Penerbit: Lembaga Kajian Kebangsaan, ISBN: 979-25-1550-X (2005).Penulis Buku: Menabur Asa di Tanah Asal. Penerbit: Lembaga  Kajian Kebangsaan, ISBN: 979-251551-8. (2006). Penulis Buku: Geliat Demokrasi di Kampung Halaman (Kado 10  Tahun Otonomi  Lembata. Penerbit: Lembaga Kajian Kebangsaan, ISBN: 978-979-25-1552-7(2009). Editor Buku: Merah Putih Kukibarkan (Kisah 7 Putera Bangsa yang Menggetarkan Dunia, Serial Buku Olahraga, diterbitkan Kemenpora RI pada era Menpora Adhyaksa Dault (2009). EditorBuku: Pengabdian di Tengah Prahara Korupsi (Pemikiran dan  Kiprah Melkias Markus Mekeng). Penerbit: Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan, ISBN: 978-602-14737-0-2.(2013). Anggota Tim Penulis Buku: Jalan Panjang Rancangan Undang-Undang Tentang Kepemudaan (Kompilasi Pemikiran Stakeholders dan Masyarakat), Penerbit: Kemenpora RI (2009). Kontributor tulisan untuk Buku: 15 Tahun Pos Kupang, Suara Nusa Tenggara Timur. Penerbit: PT Timor Media Grafika(2007).  Penulis Opini yang tersebar di berbagai media cetak/online (termin waktu 2011-2020) yang pada saatnya akan dibukukan.

Follow WhatsApp Channel politicnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 189 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Rilis

Dari Pembukaan PON, Jokowi ke Merauke Resmikan PLBN Sota

Legislator

Hadiri Rakernas Partai Golkar, Ketua MPR RI Bamsoet Ajak Wujudkan Pemilu Damai dan Bahagia

Eksekutif

Didampingi Gubernur Mahyeldi, Presiden Cek Stok Bulog Sumbar dan Salurkan BLT bagi Warga Terdampak El Nino

Legislator

Usai Sarapan Pagi Presiden Meninggalkan IKN. Bamsoet: Pemindahan Ibu Kota Negara Sudah Tepat

Eksekutif

OESMAN SAPTA SEBUT DJAFAR BADJEBER, NAMUN DUKUNGAN HANURA DI PILKADA DKI JAKARTA MASIH RAHASIA

Rilis

Polda Jateng Ungkap Peredaran Narkoba Jaringan Lokal Hingga Afrika, Ribuan Tersangka Diamankan

Opini

Barongsai Tradisional Catatkan Medali Emas Kelima Sumatera Barat

Legislator

Ketua MPR RI Bamsoet Apresiasi Kapolri Atas Kelancaran Arus Mudik Lebaran