Home / Opini

Senin, 13 September 2021 - 05:26 WIB

Penataan Kelembagaan Pangan

ADMIN - Penulis

Entang Sastraatmadja

Pembentukan kelembagaan pangan tingkat nasional diatur dalam Pasal 126-129 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Meski sudah ada mandat bahwa 3 tahun setelah diundangkan yang seharusnya lembaga pangan terbentuk 2015.

Dalam Undang Undang tersebut, sekali pun pemerintah belum membentuk kelembagaannya, memang tidak diatur ada nya sanksi. Sehingga hal itu yang membuat pemerintah tidak terburu-buru. Baru pada tanggal 29 Juli 2021, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional (BAPANAS).

Penantian yang sangat panjang, sekitar 9 tahun bangsa ini menunggu lahir nya kelembagaan pangan di tingkat nasional. Beberapa kalangan malah telah memprediksi Pemerintah tidak akan membentuk nya. Entah ada bisikan apa, tiba-tiba Presiden Jokowi melahirkan nya juga, di saat banyak pihak sudah melupakan nya.

Kini kelembagaan pangan tingkat nasional sudah kita miliki, walau pun masih meminta waktu 1 tahun untuk melakukan penataan. Demikian esensi dari Ketentuan Peralihan yang dapat dibaca dari Perpres 66/2021. Sebelum BAPANAS berjalan, kebijakan, strategi, program dan kegiatan pembangunan pangan, tetap berjalan sebagainana biasa nya.

Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, tetap menjalankan tugas dan fungsi nya. Namun begitu, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dimintakan untuk menyiapkan operasional nya BAPANAS. Mulai dari penyiapan kelembagaan organisasi, kebutuhan sarana dan prasarana hingga indikator kinerja lembaga nya.

Sedangkan soal personalua nya, kita masih menunggu siapa yang akan diberi amanah Presiden Jokowi untuk menjadi Kepala BAPANAS. Setelah ada penetapan Kepala BAPANAS, baru akan diketahui siapa yang bakal menjadi 3 orang Deputy dan 1 orang Sekretaris Utama nya.

Sebab, pengisian posisi ini harus diusulkan Kepala BAPANAS kepada Presiden, untuk kemudian diangkat oleh Presiden. Termasul untuk pengisian staf eselon 2, 3 dan 4 serta jabatan fungsional di lingkungan BAPANAS yang diangkat oleh Kepala BAPANAS.

Peraturan Presiden tentang BAPANAS, telah mengawali babak baru pembangunan pangan di negeri ini. Tugas pemerintahan di bidang pangan yang selama ini “berserakan” di beberapa Kementerian, lewat BAPANAS diupayakan menjadi terintegrasi dalam satu lembaga.

Arti nya, kalau selama ini masing-masing Kementerian bisa saling tuding dan membela diri kalau ada masalah di bidang pangan, maka dengan ada nya BAPANAS, sudah cukup jelas siapa yang harus menjawab dan bertanggungjawab. Presiden dapat langsung meminta jawaban sekaligus solusi cerdas nya kepada BAPANAS.

Hal lain yang perlu jadi bahan pemikiran bersama adalah bagaimana sebaik nya kelembagaan pangan di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) agar seirama dengan pembentukan lembaga pangan di tingkat nasional ini.

Kelembagaan pangan di Daerah sebagaimana yang diatur Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memang belum memainkan peran sebagai simpul koordinasi pembangunan pangan, baik antar sektor atau pun lembaga.

Berubah nya status dari Badan Ketahanan Pangan menjadi Dinas Ketahanan Pangan di Daerah, menyebabkan posisi sebagai simpul koordinasi menjadi bias. Pertanyaan mendasar nya adalah bagaimana sebaik nya Daerah melakukan penyikapan atas hadir nya BAPANAS ?

Perpres 66/2021 memang tidak mengatur kelembagaan pangan di Daerah. Perpres ini hanya mengatur tugas pemerintahan di bidang pangan di tingkat pusat. Namun begitu, Petores ini pun menjadi acuan Daerah falam membangun koordinasi yang berkualitas antara Pusat dan Daerah.

Kerunyaman Provinsi dalam mewujudkan koordinasi dengan Kabupaten/Kota karena beragam nya tugas dan fungsi di setiap Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD), menjadi catatan tersendiri bagi BAPANAS dalam melaksanakan simpul koordinasi nya. Untuk perbaikan ke depan afa baik nya Daerah pun melakukan penataan ulang kelembagaan pangan nya.

Dihadapkan kepada kondisi yang demikian, Daerah sebetul nya dapat bercermin terhadap kebijakan kelembagaan pangan di tingkat Pusat. Apalagi bila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 yang menetapkan pangan sebagai urusan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Pangan bukan urusan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

Itu sebab nya, kalau selama ini nomenklatur di daerah umum nya masih menggunakan Dinas Ketahanan Pangan, apakah dengan lahir nya BAPANAS maka penamaan SKPD nya berubah menjadi Dinas Pangan ? Jika memang harus berubah, tentu perlu dipikirkan segala sesuatu nya juga.

 

Entang Sastraatmadja
KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT

Follow WhatsApp Channel politicnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 0 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Eksekutif

Gubernur Mahyeldi Minta Seluruh Pihak Berupaya Maksimal Melepaskan 28 Nagari/Desa di Sumbar dari Status Tertinggal

Eksekutif

Ungkap Kronologis Penguasaan Lahan Hutan Produksi oleh Masyarakat, Gubernur Mahyeldi Gelar Pertemuan dengan Wabup Pasbar

Eksekutif

Paparkan Capaian saat Peringatan HUT Provinsi Sumbar ke-78, Gubernur Mahyeldi Komitmen Terus Pacu Laju Pembangunan dan Ekonomi

Opini

Perbaikan Berkas BCAD PKS Sumbar telah diterima KPU

Komunitas

Brutal Dan Melawan Negara, Ketua GM FKPPI Malut: “Aksi OPM Layak Dianggap Makar Terhadap NKRI”

Opini

KPID Sumbar Usul Penguatan Kelembagaan saat Raker di Bintan

Opini

SUROTO, JAGUNG, DAN MAFIA KARTEL PANGAN

Opini

Mahyeldi Ketua DPW PKS Sumbar Bakar Semangat Kader Solok Raya Songsong Kemenangan 2024