Home / Komunitas / Opini / Tokoh

Senin, 24 April 2023 - 08:33 WIB

Merintis Jalan Demokrasi ala Bung Karno

KM - Penulis

Marianus Krisanto Haukilo

(Ketua DPD GMNI NTT)

Demokrasi menjadi tema yang sering dan selalu meriasi wajah diskursus sosial, politik, ekonomi dan budaya bangsa, kapan pun dan dimana pun berada. Ada secerca harapan baik dan optimisme bahwa melalui jalan demokrasi ada jembatan emas menuju kesejahteraan bersama masyarakat.

Defenisi yang populer menurut Abraham Lincoln, demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh karenanya, dalam alam demokrasi menekankan partisipasi, kesetaraan yang berkeadilan serta akses yang sama terhadap sumber daya dan kekuasaan negara.

Indonesia dengan jumlah penduduknya yang terbesar keempat di dunia memilih
demokrasi sebagai cara dan sistem untuk mengelola kekuasaan dan pemerintahan.

Demokrasi di Indonesia merupakan pengamalan dari Pancasila sebagai dasar, ideologi dan falsafah bangsa. Bung Karno menyebutkan, Pancasila merupakan meja statis (pijakan) sekaligus merupakan leitstar (bintang penuntun) untuk mencapai cita-cita nasional bangsa Indonesia.

Demokrasi Pancasila menegaskan komitmen dan konsistensi bersama bahwa demokrasi yang dianut oleh Indonesia harus berlandaskan pada demokrasi yang berketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan demokrasi yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial (social justice).

Laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) pada 2020 mencatat demokrasi
Indonesia mengalami penurunan menjadi 6,3 dari sebelumnya berada pada angka 6,48. Tentu ini menjadi catatan penting bagi penyelenggara pemerintahan dan masyarakat agar mengevaluasi sistem demokrasi yang sementara dijalankan di negeri ini.

Kemerosotan ini bukan tanpa sebab. Situasi politik ekonomi nasional dan internasional maupun kondisi masyarakat yang termarjinalkan dari askses terhadap sumber daya dan pelayanan publik menjadi faktor yang turut menyumbang andil terhadap degradasi demokrasi di Indonesia.

Analisis politik Exposit Strategic Arif Susanto menilai, kualitas demokrasi cenderung mengalami kemerosotan karena disebabkan beberapa faktor yaitu korupsi dan ketertutupan kembali menjadi praktik meluas sedangkan lembaga anti korupsi dilemahkan, ancaman berorganisasi cenderung mengalami regresi, ancaman kebebasan berekspresi semakin terang-terangan, kebebasan dan independensi media semakin rentan terhadap intervensi kekuasaan, supremasi hukum semakin lemah serta pengaruh teknologi komunikasi digital yang gagal menghasilkan progresifitas (Kompas.com).

 

Sosio-Demokrasi ala Bung Karno

Tokoh proklamator sekaligus penggali Pancasila mengemukakan pandangannya tentang pentingnya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang disebutnya sosio-demokrasi.

Baca Juga :  SUROTO, JAGUNG, DAN MAFIA KARTEL PANGAN

Bung Karno mendefenisikan sosio-demokrasi sebagai demokrasi kerakyatan yang didalamnya tidak hanya demokrasi bersifat formal-legal berupa pemilihan umum, namun sosio-demokrasi menganut prinsip proses demokrasi yang bertujuan untuk keberesan negeri sekaligus keberesan rezeki, atau dengan kata lain demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.

“…Sosio demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan sesuatu gundukan kecil saja, tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki…” (Buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I).

Sosio-demokrasi anti terhadap demokrasi liberal dan neokapitalisme yang hanya bertujuan melanggengkan kekuasaan untuk mengakumulasi kapital dengan menguasai
sumber daya yang strategis dan mengabaikan hak dan kepentingan rakyat.

Bung Karno kerap mengkritik sistem demokrasi parlementer Perancis yang lebih
menekankan keterlibatan masyarakat dalam kehidupan politik, namun saat yang bersamaan rakyat ditindas sisi ekonominya akibat ketergantungan terhadap kaum borjuis sebagai pemilik modal.

Pintu keterlibatan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan pemilihan umum dibuka seluas-luasnya tetapi pada saat yang bersamaan masyarakat tidak merdeka dalam pilihannya tersebut.

Hari ini mereka (buruh) mengkritik pemerintah atau parlemen, besok mereka dipaksa angkat kaki dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Sistem demokrasi yang seperti ini hanya menjadikan masyarakat (Marhaen) sebagai pengupas nangka dan kena getahnya, namun kaum borjuis yang menikmatinya.
Begitulah Bung Karno sering memberi istilah terhadap demokrasi borjuis ala Perancis.

Sosio-demokrasi merupakan praktik demokrasi yang anti terhadap kapitalisme,
liberalisme dan neo-imperialisme. Bung Karno sebaliknya gandrung akan demokrasi
Pancasila yang menjunjung tinggi musyawarah mufakat, dibandingkan demokrasi ala Barat yang berprinsip voting (pemungutan suara).

Menurut Bung Karno, musyawarah mufakat merupakan pengejawantahan dari kepribadian bangsa Indonesia yang memiliki kultur hidup bergotong-royong.

Dalam demokrasi pancasila terdapat pula tujuan untuk mencapai keadilan sosial.
Prinsip inilah yang menjadi landasan berpikir bahwa demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi adalah kontradiksi ideologis.

Karena sejatinya demokrasi untuk rakyat, partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi tidak diukur hanya pada saat pemilihan
umum, namun masyarakat harus turut terlibat secara holistik dalam konfigurasi politik ekonomi yang memberi dampak pada kesejahteraan kehidupan bangsa.

Masa Depan Demokrasi Indonesia

Walau harus melewati berbagai dinamika dan dialektika sejarah, demokrasi Indonesia
terus mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu.

Baca Juga :  HANURA DAN STRATEGI POLITIKNYA: MENGUSUNG PEMIMPIN BERPIHAK PADA DAERAH

Konsolidasi demokrasi antar elite politik maupun dikalangan masyarakat akar rumput (grass root) terus diupayakan.

Penataan regulasi serta upaya penyederhaan partai politik melalui parlementary threshold dan presiden threshold didorong untuk mendukung sistem presidensial yang
kuat dan kokoh.

Di awal kemerdekaan RI, Bung Karno mengkritik sistem multi partai di Indonesia yang ditetapkan melalui maklumat pemerintah Nomor X bulan November 1945 yang ditandatangani oleh Muhamad Hatta.

Menurut Bung Karno, dengan menjamurnya partai politik dengan latar belakang ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda justru
membuat tujuan bernegara menjadi bias. Partai politik kerap berseteru antar partai untuk memenangkan kepentingan elektoral sehingga abai terhadap pembahasan tujuan
dan cita-cita nasional bangsa.

Tesis Bung Karno tersebut kini menjadi nyata. Partai politik baru bermunculan.
Beragam partai politik cenderung menciptakan kegaduhan dalam ruang publik sehingga konsolidasi demokrasi semakin jauh panggang dari api.

Pemilu baru akan digelar pada tahun 2024, tetapi hari ini wacana sudah dimulai. Peta politik nasional mulai perlahan menemukan corong dan potensi kerja sama partai menghadapi Pemilu 2024. Masing-masing partai politik membangun citra dan berusaha memenangkan opini publik dengan berbagai cara.

Berita hoaks, ujaran kebencian, politisasi SARA semakin menguat pada ruang-ruang publik, baik secara langsung maupun melalui platform media sosial.

Selain itu, demokrasi Indonesia cenderung terjebak dalam sistem yang prosedural dan transaksional. Dampak dari tingginya biaya politik, melahirkan tindakan korupsi pejabat yang semakin akut.

Fenomena ini menjadi tantangan bersama bangsa Indonesia dalam merawat demokrasi untuk membangun peradaban bangsa yang berkarakter. Demokrasi yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa.

Ini merupakan tantangan sekaligus ujian bersama. Kemajuan teknologi dan komunikasi digital harus diafirmasi menjadi nilai positif dalam mendukung demokrasi Indonesia yang bermartabat.

Menata sistem demokrasi merupakan tugas bersama yang harus ditunaikan sehingga demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang menjadi cita-cita Bung Karno dapat terwujud di hari depan Indonesia dalam menyambut Indonesia Emas 2045.

Follow WhatsApp Channel politicnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 299 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Komunitas

Desa Sumberjo Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang Adakan Tasyakuran Dalam Rangka Peresmian Kampung BSPS Tahun 2023

Rilis

Deklarasi REKAT Indonesia Sumsel, Satukan Frekuensi untuk Dukung Penuh Ridwan Kamil 2024

Rilis

Kembalikan Kekuasaan Tertinggi Rakyat dengan Kuasa menetapkan TAP MPR
Harneli Mahyeldi

Pemilihan

Bahaya Narkoba dan LGBT, Harneli Mahyeldi: Hindari dan Jadikan Sekolah yang Ramah Anak

Opini

“PESAN MORAL” Bagi Ketua G 20 Bidang Pertanian

Rilis

Daerah Ramah Layanan Investasi Tahun 2023, Pemprov Sumbar Terima Penghargaan dari Wapres RI

Komunitas

Warga Perum Asyifa 2 Pemanggilan Natar, Sambut Meriah HUT RI ke-79.

Komunitas

Ketua MPR RI Bamsoet Ingatkan Pers Miliki Tanggungjawab Mencerdaskan Kehidupan Bangsa