SEMARANG – Politicnews.id : Kolektif Hysteria menggelar diskusi terkait riset 20 tahun Hysteria dan Launching Film Dokumenter yang menyoroti perjalanan kolektif berlangsung di Allstay Hotel, Jl. Veteran No.51-53, Simpang Lima, Kota Semarang, Jumat (20/9/2024).
Helat yang diagendakan untuk merayakan ulang tahun ke-20 tersebut dihadiri oleh berbagai seniman dan aktivis budaya lokal.
Beberapa di antaranya datang dari jejaring kampung Hysteria dan komunitas yang telah lama menjalin kerja sama, serta perwakilan dari stakeholder pemerintah antara lain; Dinas Pendidikan Kota Semarang, Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang, Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah dan lainnya.
Menurut Founder Hysteria Salahudin Mbuh, film dokumenter ini merefleksikan perjalanan 20 tahun Kolektif Hysteria yang dimulai dari gerakan seni di Kota Semarang.
Dalam film tersebut, Hysteria menampilkan berbagai pencapaian serta tantangan yang dihadapi selama dua dekade terakhir.
“Acara launching film dokumenter ini menjadi bagian dari perayaan besar Hysteria di Kota Semarang. Dokumenter ini mengajak penonton melihat bagaimana komunitas seni ini bertumbuh bersama masyarakat lokal,” ujarnya.
Lebih lanjut, dibabarkannya, Hysteria didirikan pada tahun 2004 di Kota Semarang sebagai platform kolektif seniman. Berbagai kegiatan seni yang dilakukan oleh Hysteria telah memberikan kontribusi signifikan terhadap kebudayaan lokal.
Film ini memberikan pandangan mendalam tentang peran Hysteria dalam mengembangkan ruang seni alternatif di Kota Semarang. Selama 20 tahun, Hysteria berhasil menciptakan ruang diskusi bagi seniman muda dan komunitas lokal.
Perayaan launching film dokumenter ini menegaskan dedikasi Hysteria dalam menyebarkan kesadaran akan pentingnya ruang budaya di Kota Semarang.
Film ini juga menampilkan kontribusi kolektif seni dalam meningkatkan kesadaran sosial. Dalam film dokumenter tersebut, lanjutnya, Kota Semarang menjadi latar utama bagi perjalanan panjang Hysteria.
Warga dan seniman lokal turut terlibat dalam produksi film ini, menggambarkan dinamika kolektif yang hidup.
Sebagai bagian dari rangkaian acara launching film dokumenter, Hysteria menggelar diskusi mengenai kontribusi seni dalam masyarakat. Diskusi ini bertujuan mengangkat isu-isu yang dihadapi oleh seniman dan aktivis di Kota Semarang.
“Dengan launching film dokumenter ini, Hysteria berharap bisa menginspirasi lebih banyak komunitas seni di Kota Semarang. Selain itu, film ini juga menjadi bukti nyata perjuangan komunitas untuk mempertahankan eksistensi seni di ruang publik,” imbuhnya.
Selama 20 tahun terakhir, lanjutnya, Hysteria telah menjadi motor penggerak seni dan budaya di Kota Semarang. Perjuangan mereka dalam mengadvokasi pentingnya ruang seni yang inklusif dan progresif ditekankan dalam film dokumenter ini.
Launching film dokumenter ini juga diharapkan mampu mengedukasi masyarakat luas tentang perjalanan kolektif Hysteria di Kota Semarang. Mereka berharap film ini menjadi sarana untuk memperkuat ikatan antara komunitas seni dan masyarakat.
Dalam perjalanan 20 tahunnya, Hysteria tidak hanya berfokus pada karya seni, tetapi juga pada penciptaan ekosistem sosial yang mendukung. Film ini menggambarkan bagaimana Hysteria mengubah wajah komunitas seni di Kota Semarang.
Film dokumenter ini mengungkap bagaimana Hysteria berhasil membangun jembatan antara seniman, masyarakat, dan pemerintah Kota Semarang. Kolaborasi yang erat ini menjadi kunci keberlanjutan gerakan seni di Semarang.
Kota Semarang menjadi saksi atas keberhasilan Hysteria dalam mengembangkan seni rupa kontemporer. Film ini menyoroti bagaimana Hysteria mendorong pergerakan sosial melalui seni dan budaya di Kota Semarang.
Dengan launching film dokumenter ini, Hysteria berharap dapat melibatkan lebih banyak pihak dalam perjalanan seni mereka. Hysteria percaya bahwa seni dapat menjadi alat untuk mendorong perubahan sosial di Kota Semarang.
Hysteria telah berperan besar dalam menciptakan ruang bagi dialog sosial di Kota Semarang. Perjalanan 20 tahun ini menjadi bukti bagaimana komunitas seni dapat menjadi agen perubahan yang signifikan.
Melalui launching film dokumenter, Hysteria ingin memperlihatkan bagaimana seni dapat berfungsi sebagai alat transformasi. Film ini menunjukkan kontribusi nyata Hysteria dalam kehidupan budaya di Kota Semarang.
Hysteria berharap launching film dokumenter ini dapat menjadi inspirasi bagi komunitas lain di Kota Semarang. Mereka ingin terus mendukung perkembangan seni yang inklusif dan berkelanjutan di kota ini.
Hal tersebut sejalan dengan harapan para pegiat jejaring kampung, yang tak lain menjadi salah satu narasumber dalam riset maupun di film.
“Hysteria sudah biasa dengan aktivasi terkait kebudayaan, penyelenggaraan tradisi dikemas sehingga kegiatan terus berjalan dan berdampak ke masyarakat. Dampaknya luas, mulai dari perekonomian masyarakat dan citra kampung. Semoga ke depan bisa tetap bekerja sama Kembali, untuk memajukan kebudayaan dan menjaga tradisi di Kota Semarang,” kata Siswanto, perwakilan dari Kampung Jawi.
Agenda tersebut didukung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, melalui Event Strategis Dana Indonesiana.
Christian Saputro
Every second is change,
Every second is chance.
Do your sevice with integrity,
full heart and full capacity.