JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur serta pendiri Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) Bambang Soesatyo mengapresiasi pencapaian akademik Kepala Lembaga Administrasi Negara RI, Adi Suryanto, yang dikukuhkan sebagai Profesor/Guru Besar pada Ilmu Administrasi Publik Politeknik STIA LAN Jakarta. Mengangkat orasi tentang “Transformasi Pengembangan Kompetensi ASN Sebagai Strategi Reformasi Birokrasi Mewujudkan Pemerintahan Berkelas Dunia”. Serta turut menghubungkannya dengan Ketetapan MPR RI Nomor.XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Kajian tentang transformasi Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini. Mengingat kehadiran Revolusi Industri 4.0 telah mendorong inovasi dan perubahan yang tidak lagi bersifat linear, tetapi eksponensial. Pemanfaatan teknologi digital seperti internet of thing, robot dan otomatisasi, serta artificial intelligence (AI), tidak saja mendorong disrupsi besar-besaran di dunia industri, tetapi juga di sektor publik. Karenanya ASN harus bisa memanfaatkan teknologi digital untuk memangkas berbagai prosedur birokrasi, sehingga bisa bekerja cepat, tepat, efektif, dan efisien.
“Pemanfaatan teknologi digital seperti AI diharapkan juga dapat menghilangkan masalah klasik seperti jual beli jabatan. Karena perekrutan dan penempatan ASN tidak lagi berdasarkan ‘setoran’, maupun like and dislike. Melainkan berdasarkan merit system yakni mengedepankan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi. Sekaligus menghilangkan pameo ‘kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah,” ujar Bamsoet dalam pidatonya di acara pengukuhan guru besar Kepala Lembaga Administrasi Negara RI Adi Suryanto, di ASN Corporate University, Jakarta, Senin (30/10/23).
Turut hadir antara lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, PLT Kepala ANRI Imam Gunarto, Kabaintelkam Polri Komjen Pol Suntana, Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta Prof. Nurliah Nurdin, serta Peneliti Ahli Utama BRIN Prof. Siti Zuhro.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, kajian Prof. Adi Suryanto tersebut juga bermanfaat bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mengingat reformasi birokrasi untuk meningkatkan kinerja ASN merupakan pekerjaan rumah yang sedang diselesaikan Presiden Joko Widodo di sisa masa pemerintahannya.
Bahkan dalam forum Musrenbangnas RPJMN 2020-2024 pada Desember 2019 lalu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan ASN harus bisa beradaptasi memanfaatkan robot kecerdasan buatan atau artificial inteligence (AI). Jika tidak bisa beradaptasi, bukan hal yang mustahil jika kedepannya ASN tergantikan dengan AI.
“Kita tidak boleh kalah dengan berbagai negara tetangga. Di lingkungan ASEAN saja, Singapura sejak tahun 1995 telah mencanangkan program Public Service for the 21st Century, untuk memodernisasi administrasi publik dengan fokus pada efisiensi, inovasi, serta pelayanan yang lebih baik. Contoh lainnya, Malaysia melalui Government Transformation Program yang diluncurkan tahun 2009, untuk mengubah dan meningkatkan efisiensi serta kualitas layanan publiknya,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa reformasi birokrasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Berbagai indikator global yang mengukur kualitas tata kelola pemerintah menunjukan bahwa Indonesia masih tertinggal. Misalnya, Corruption Perception Index dari Transparency International pada tahun 2022, menempatkan Indonesia di peringkat ke-110 dunia dengan skor 34. Jauh dibawah Singapura yang menempati peringkat ke-5 dunia dengan skor 83.
Indikator Ease of Doing Business Indonesia juga cenderung stagnan pada peringkat ke-73 dari 190 negara, bahkan berada pada peringkat ke-6 ASEAN. Sementara Indikator Government Effectiveness Index (GEI) Indonesia yang mengukur kualitas layanan publik, independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan dan kredibilitas pemerintah, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-73 dari 214 negara dunia.
“Sedangkan Indikator e-Government Development Index oleh United Nations, menempatkan Indonesia di posisi ke-77 dari 193 negara dunia. Berbagai kondisi tersebut mengisyarakatkan masih banyaknya pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dalam mewujudkan digital birokrasi di Indonesia,” pungkas Bamsoet. (*)
Jurnalis Independent Politic News