KEFAMENANU– Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesi (GMNI) Kefamenanu mendesak Bupati Timor Tengah Utara (TTU) perhatikan nasib pegawai tidak tetap (PTT) yang kini terkatung-katung karena proses seleksi yang berjalan sangat lamban.
Berdasarkan rilis yang diterima redaksi media PolitikNews di Jakarta, DPC GMNI Kefamenanu menilai bahwa berdasarkan pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Calon Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan nomor 817/165/BKDPSDM Tentang hasil seleksi administrasi PTT di Lingkungan Pemerintah Kabupaten TTU Tahun 2022 GMNI Kefamenanu mendesak Bupati TTU agar lebih mempertimbangkan nasib para PTT dari sisi kemanusiaan.
“Pasalnya, berdasarkan pengaduan yang diterima oleh GMNI Kefamenanu terdapat beberapa PTT yang menyampaikan keluhannya bahwa mereka yang telah lama mengabdi selama belasan tahun dinyatakan tidak memenuhi syarat dengan alasan tidak memenuhi standar IPK yang telah ditentukan serta batas usia pelamar yang telah melewati batas usia maksimum”, ujar Ketua DPC Kefamenanu Francis Ratrigiz.
Francis mencontohkan Seperti yang dialami ibu Elisabeth Sila tenaga guru yang telah lama mengabdi namun dirinya dinyatakan tidak lolos seleksi administrasi karena tidak memenuhi standar IPK yang ditentukan.
“Padahal sesuai keluhannya ia sedang bersiap untuk mengikuti seleksi PPPK sembari menunggu SK dari Pemerintah Daerah”, kata Franciz.
Hal senada juga disampaikan oleh ibu Matilda Malafu salah satu PTT yang telah megabdi selama 4 tahun dan Maria M. Luan yang sudah 12 tahun mengabdi dan dinyatakan tidak memenuhi syarat dengan alasan sama yaitu IPK yang tidak memenuhi standar.
“Padahal pada awal mula perekrutan PTT lembaga teknis yang melakukan perekrutan tidak mengisyaratkan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) sebagai salah satu standar utama penilaian”, ujarnya dengan nada kesal.
Tidak hanya itu, menurut Francis sesuai dengan informasi yang dihimpun GMNI masih banyak lagi pelamar PTT yang saat ini sedang mengikuti seleksi PPPK.
“Mereka yang telah lama mengabdi dan tedaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sangat membutuhkan Surat Keputusan (SK) dari Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai syarat utama guna mengikuti ujian PPPK”, katanya
“Dalam sistem dapodik, guru mata pelajaran yang nota bene sebagai data PTT telah terekam di aplikasi dapodik yang telah dibagikan ke setiap Rombongan Belajar (Rombel) di sekolah masing – masing. Data – data guru tersebut kemudian diinput dalam sistem dapodik berdasarkan Surat Keputusan (SK) pembagian tugas yang di dalamnya memuat pembagian tugas mengajar di setiap rombongan belajar pada masing-masing sekolah”, tambahnya.
Ia menguraikan pula, nasib para PTT yang pernah mengabdi ini sedang dalam persiapan mengikuti seleksi PPPK.
“Mereka tentu menaruh harapan besar untuk mengantongi SK dari Pemerintah Daerah namun dalam hasil seleksi administrasi mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat. Hal ini yang mestinya diperhatikan dari sisi kemanusiaan oleh Bupati TTU dan BKDPSDM sebagai lembaga teknis yang melakukan perekrutan PTT”, jelas Francis.
Selain itu, dengan diberhentikannya PTT selama dua bulan terakhir ditambah minimnya tenaga pendidik dan tenaga kesehatan di TTU mestinya menjadi warning bagi pemangku kebijakan. Dalam konteks ini, tugas utama Negara dan Pemerintah adalah mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UUD 1945.
“Peserta didik di setiap jenjang dan masyarakat umum lainya berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan dan kesehatan yang sama, tidak boleh ada pembiaran terhadap generasi bangsa yang sedang berada dalam bangku sekolah. GMNI juga menilai dengan deadline waktu perekrutan yang berjalan begitu lama tentu akan berdampak pada kualitas layanan publik oleh karena itu Pemerintah Daerah tidak boleh diam membiarkan persoalan ini berjalan lama karena akan merugikan masyarakat secara umum”, pungkasnya.
Jurnalis Independent Politic News