PoliticNews.ID – Padang Pariaman : Hubungan bilateral Indonesia – Malaysia memiliki peran penting dalam usaha untuk memperkuat ASEAN. Ada persamaan diantara kedua negara ini. Dari segi political security arrangement ASEAN tidak ditemui masalah berat. “Kemalangan jiwa, peperangan antara satu wilayah dengan wilayah lain bisa kita elakkan sejak ASEAN dikukuhkan,” ungkap Menlu Malaysia.
Hal ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “Memperkuat Peran Politik Luar Negeri ASEAN dalam Menghadapi Tantangan Global” di Universitas Paramadina, Jakarta (18/10/2021). Terselenggara atas kerjasama Universitas Paramadina – Jakarta, Institut Darul Ehsan – Malaysia dan KedaiKOPI.
Ada beberapa catatan pemikiran yang dikemukakan oleh Dato’ Saifuddin, diantaranya:
ASEAN centrality dan asean consensus berhasil mempertahankan kawasan ini khususnya Laut China Selatan dari ancaman yang besar.
Yang terbaru tentang AUKUS, dimana Australia ingin membuat kapal selam bertenaga nuklir, hingga Menlu Australia menghubunginya. “Saya beritahu secara jenaka its not make different to Malaysian, it still nuclear,” jawab Dato’ Saifuddin.
Isu terbaru adalah cyber security threat sebagai ancaman political security.
Dari segi ekonomi, negara ASEAN belum mengoptimumkan kehadiran penduduknya yang sebanyak 650 juta itu. Perdagangan antar ASEAN baru mencapai 25%, jauh dibanding EU (Uni Eropa – Red).
Bidang baru yang bisa dioptimalkan negara-negara ASEAN dengan cepat adalah Digital Economy.
Tentang Pilar Sosial Budaya. “Kalau Huntington mengatakan the clash of civilization tapi kita di ASEAN melihat kawasan kita sebagai wilayah untuk dialog peradaban. Ini berlawanan dengan thesis Huntington itu.”
Dalam ketiga pilar ASEAN sebenarnya Malaysia – Indonesia ini bisa memainkan peran yang lebih besar, yakni Pilar Politik-Keamanan, Pilar Ekonomi, dan Pilar Sosial Budaya.
Dalam sambutannya Rektor Universitas Paramadina Prof. Dr. Didik J. Rachbini menyatakan bahwa Malaysia sudah lepas dari Middle Income Trap.
Menurut Didik hal ini bisa menjadi kekuatan dalam ekonomi dan politik. “Menurut Wapres Budiono, profesor dalam bidang ekonomi, demokrasi akan stabil ketika pendapatan diatas USD 6 ribu dan Malaysia sudah melewati itu.”
“Saya menyatakan selamat kepada Malaysia, dengan football politik yang cantik menghasilkan pemimpin muda seperti Dato’ Saifuddin,” katanya.
Rektor Universitas Paramadina ini menyatakan bahwa di tangan pemimpin-pemimpin muda inilah ASEAN ini akan terbentuk nantinya, dan menjadi kekuatan baru yang nanti bisa menandingi Eropa.
“Karena Indonesia ini 15 besar ekonomi dunia dan dalam waktu dekat akan menjadi 10 besar karena size penduduknya juga besar, ditambah ASEAN makin besar ini akan menentukan dunia selain kekuatan besar China dan Amerika.” Katanya.
Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Dr. Tatok D. Sudiarto menyatakan bahwa Indonesia – Malaysia memiliki asset similarity, sharing geographical, cultural, social, environment, disaster dan climate change.
Menurut Tatok, di tingkat regional kita ingin strengthening ASEAN membership Asean Centrality, yaitu bagaimana mengembalikan lagi marwah ASEAN menjadi suatu kekuatan regional yang baik.
“Dulu orang melihat EU sebagai role model yang sangat bagus, tapi ternyata dengan Brexit kita bertanya ada sesuatu disana yang harus kita cermati.” Katanya.
Ia juga menyinggung kontribusi aktif terhadap agenda global SDGs. “Agenda ini menjadi suatu tuntutan bahwa leader di ASEAN menjadi pioner dan leader yang kuat untuk berkontribusi langsung terhadap SDGs”.
Tatok juga menyatakan perlunya propose framework post pandemic, ”ASEAN safetynet during post pandemic dengan matinya ribuan micro small enterprises di banyak negara dan ketergantungan supply negara UMKM terhadap negara besar China dan lainnya.”
Pada kesempatan yang sama Dr. Hendri Satrio menyatakan bahwa politik Malaysia dan politik Indonesia kalau ditarik garis lurus memiliki kesamaan.
“Dari reformasi yang dilakukan, kita sama-sama paham bahwa rupanya partai politik besar tidak mudah dikecilkan. Di Indonesia ada Golkar di Malaysia ada UMNO. Keduanya masih eksis dan masih membuat partisipasi positif untuk negara,” ungkap Hendri Satrio.
Hendri juga menyinggung reformasi 1998, yang sampai hari ini masih menghadapi tantangan. “Beberapa hal yang kita gariskan sebagai semangat reformasi seperti batasan presiden itu hanya 2 periode mulai muncul berbagai isu dan opini tentang penambahan masa jabatan presiden jadi 3 periode.”
Menyinggung supremasi sipil, TNI dan Polri, waktu reformasi dibatasi. “Tapi, Indonesia akan memiliki masa pejabat/Plt terlama di dunia, 1 tahun sampai 2 tahun karena gubernur dan kepala daerah selesai di 2022. Ada Pemilu lagi di 2024, maka ada jeda 1 – 2 tahun untuk masa transisi. Nah, ini ada ide opini akan diisi TNI/Polri.”
Hendri juga menyatakan harapannya bahwa perpolitikan di Indonesia menuju dewasa seperti di Malaysia.
Sumber : Arief H. Tito – Humas & Publikasi Universitas Paramadina (HP/ WA : 0815 9181 188)
Penggiat Desa. Lakukan yang Perlu saja (Prioritas).
Kita Gak perlu memenangkan semua Pertempuran.
Tinggal di Padang Pariaman, Sumatera Barat.