Home / Rilis / Senator

Minggu, 5 November 2023 - 05:53 WIB

Berikan Kuliah Program Doktor Imu Hukum, Bamsoet Tegaskan Pentingnya Mahkamah Etik

KM - Penulis

JAKARTA– Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar serta Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur dan dosen Universitas Pertahanan (UNHAN) Bambang Soesatyo kembali mengajar para mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur. Menyampaikan mata kuliah “Politik, Hukum, dan Demokrasi”. Salah satunya menyoroti pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Sebagaimana ditekankan Ketua MKMK yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, bahwa berdasarkan kewenangan yang ada, sejatinya MKMK tidak bisa mengubah hasil gugatan yang sudah diputus oleh MK.

Sesuai ketentuan pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

“Dalam penjelasan pasal 10 ayat (1) UU No.8/2011 Tentang Perubahan Atas UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), menyebutkan bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lagi yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK mencakup pula kekuatan hukum mengikat. Walaupun putusan MK final dan binding serta tidak ada upaya lain untuk merubahnya, pembentukan MKMK tetap menemukan urgensinya. Salah satunya untuk menjamin tegaknya kode etik dan pedoman perilaku hakim MK,” ujar Bamsoet saat mengajar mata kuliah Politik, Hukum, dan Demokrasi, di Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu (4/11/23).

Baca Juga :  Penjelasan Kabiro Adpim Terkait Keberadaan Gubernur Saat Terjadinya Aksi Demonstrasi

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, tidak hanya di MK, lembaga penegak kode etik juga terdapat di berbagai lembaga negara. Antara lain, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Ada juga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kabupaten/Kota, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota.

Maupun Komisi Yudisial (KY) untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung serta menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

“Dalam Konvensi Nasional tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang diselenggarakan MPR RI, KY, DKPP, dan pihak terkait lainnya, telah diusulkan pentingnya Indonesia membentuk Mahkamah Etik (peradilan etik). Landasan pembentukannya bisa mengacu kepada TAP MPR Nomor VI MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,” jelas Bamsoet.

Baca Juga :  Ketua MPR RI Bamsoet Ajak Bangun Solidaritas dan Soliditas Kebangsaan

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, Mahkamah Etik akan menjadi ujung dari proses penegakan etik. Sehingga setiap putusan etika yang diputuskan berbagai penegak kode etik yang terdapat di berbagai lembaga negara maupun organisasi profesi, tidak lagi dihadapkan dengan peradilan umum. Para pencari keadilan yang divonis bersalah secara etika oleh masing masing penegak kode etik, bisa mengajukan banding di Mahkamah Etik.

“Karena ketiadaan Mahkamah Etik, saat ini orang yang diputus melakukan kesalahan etika oleh masing-masing penegak kode etik, mengajukan banding atau mencari keadilan ke peradilan umum, entah melalui Mahkamah Agung maupun PTUN. Padahal antara etika dan hukum, adalah dua hal yang berbeda. Orang yang bersalah secara etika, belum tentu bersalah di mata hukum. Namun yang bersalah di mata hukum, sudah pasti bersalah di mata etika,” pungkas Bamsoet. (*)

Follow WhatsApp Channel politicnews.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow
Berita ini 18 kali dibaca

Share :

Baca Juga

Rilis

Hendra Pebrizal Pimpin Upacara Pelepasan Purnabakti Karyawan Perumda Air Minum Kota Padang

Rilis

Gubernur Mahyeldi Ingatkan Kepala OPD terkait Pentingnya Akurasi Data bagi Pembangunan Daerah

Rilis

Porwil Sumatera XI, Sumbar Pulang dengan Kepala Tegak

Rilis

Polda Jateng Tangkap 66 Tersangka Penyalahgunaan BBM Subsidi, Kerugian Negara Capai Rp. 11 Milyar

Rilis

108 Pati TNI Dimutasi, Simak Daftar Lengkapnya

Eksekutif

Pemprov Sumbar Fokus Perhatikan Pendidikan di Mentawai, Wagub Audy Antar Bantuan untuk Madrasah Islamic Center di Siberut

Rilis

Antisipasi KKB Ganggu PON, Panglima TNI Dan Kapolri Perintahkan Aparat Siaga

Eksekutif

AKBP Gelar Lomba Pidato dan Kuliner Minang, Gubernur Mahyeldi Berharap Sumbar Terus Lahirkan Orator Ulung