BANDAR LAMPUNG – Politicnews.id : Akademi Lampung (AL) menggelar acara Pemberian Anugerah Seni 2024 dan Pidato Kebudayaan. Acara ini merupakan rangkaian dari kegiatan acara pengukuhan Kepengurusan Dewan Kesenian Lampung (DKL) Masa Bhakti 2024 – 2028.
Helat acara Pemberian Anugerah Seni 2024 dan Pidato Kebudayaan dilaksanakan di Gedung Pertunjukan Dewan Kesenian Lampung, PKOR Way Halim, Bandar Lampung, Sabtu (23/11/2024).
Acara Anugerah Seni dan Pidato Kebudayaan ini dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung mewakili PJ Gubernur Lampung, Ketua DPD PAPPRI Lampung Andi Achmad Sampurnajaya, jajaran Forkopimda Provinsi Lampung, DPRD Provinsi Lampung, Dewan Kesenian Kabupaten/Kota Se-Provinsi Lampung para seniman perwakilan Komunitas Seni, stakeholder dan tamu undangan lainnya.
Seniman Lampung berprestasi yang menerima Anugerah Seni tahun 2024 adalah Supriyanto ( Wayang Sekelik), Sarpuli (reringget Lampung berbahasa Jawa) dan Agung Hero Hernanda (musik nusantara yang memadukan musik Lampung, Minang, dan Melayu).
Berkaitan dengan Anugerah Seni ini Sekretaris Akademi Lampung Iwan Nurdaya-Djafar menjelaskan dasar pemikiran pemberian Anugerah Seni Akademi Lampung, yaitu seni yang mendorong interaksi kebudayaan.
Lebih lanjut, Iwan Nurdaya-Djafar, memaparkan berdasarkan Pasal 13 Anggaran Dasar Pusat Kesenian Lampung, program Akademi Lampung meliputi jenis kegiatan: berupa pemberian penghargaan berupa anugerah seni kepada seniman berprestasi, menyelenggarakan orasi kebudayaan secara berkala, menerbitkan buku-buku kesenian dan/atau kebudayaan; dan program lain yang memotivasi dan mendukung kemajuan kehidupan berkesenian di Provinsi Lampung.
“Pada tahun 2024 Akademi Lampung baru melaksanakan kegiatan pemberian penghargaan berupa Anugerah Seni kepada seniman yang berprestasi. ,” terangnya..
Iwan menambahkan setelah melakukan pengamatan dan penilaian terhadap seniman Lampung yang menciptakan karya seni berbasis warisan budaya maupun berbasis kreativitas penciptaan baru, dan kewajiban setiap orang untuk memelihara kebinekaan dan mendorong lahirnya interaksi kebudayaan.
“Maka Akademi Lampung memberikan Anugerah Seni Akademi Lampung Tahun 2024 kepada sejumlah seniman berprestasi yang mendorong lahirnya interaksi kebudayaan di Provinsi Lampung adalah Supriyanto ( Wayang Sekelik), Sarpuli (Reringget Lampung berbahasa Jawa) dan Agung Hero Hernanda (musik nusantara yang memadukan musik Lampung, Minang, dan Melayu), “ jelas Iwan.
Harapannya, lanjut Iwan, dengan langkah ini kiranya Akademi Lampung dapat memberikan kontribusi untuk percepatan pencapaian visi Pemajuan kebudayaan, yang diharapkan dapat terwujud pada tahun 2042.
“Inilah langkah pertama Akademi Lampung untuk memberikan kontribusi demi mempercepat pencapaian visi Pemajuan Kebudayaan,” tegas Iwan Optimistis.
Masa Depan Budaya Lampung
Sementara itu, Dr. Riyan Hidayatullah, M.Pd dalam pidato kebudayaannya bertajuk: Anak Muda, Intelektualitas dan Masa Depan Budaya Lampung, Doktor terbaik lulusan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ke-112 Tahun 2022 ini mengawali pidatonya mengajak untuk kembali menyamakan persepsi kita tentang perbedaan istilah-istilah atau miskonsepsi, misalnya perbedaan antara istilah tradisi dan kebudayaan.
Banyak masyarakat menganggap kedua istilah ini sama, padahal sangat jelas bedanya. Tradisi adalah kebiasaan yang diturunkan secara vertikal, dari satu generasi ke generasi lain, sementara kebudayaan bersifat horizontal.
“Kebudayaan mencakup keseluruhan cara hidup dari suatu kelompok atau masyarakat, termasuk nilai, norma, bahasa, seni, kepercayaan, serta bentuk ekspresi sosial lainnya. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tidak seluruh kebudayaan merupakan tradisi,” beber Dosen Prodi musik FKIP Universitas Lampung ini.
Lebih lanjut, Sekretaris Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unila cum pemusik ini, menegaskan kebudayaan mencakup lebih dari sekadar tradisi karena kerap melibatkan inovasi, kreativitas, adaptasi, dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Tradisi sering dianggap sebagai bagian yang statis dari kebudayaan, sementara kebudayaan secara keseluruhan bersifat lebih dinamis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Keduanya tentu tidak bisa dipisahkan, harus berjalan beriringan dan saling melengkapi.
“Dengan demikian, budaya atau kebudayaan harus dipahami bukan hanya sebagai elemen pelengkap, tetapi sebagai inti dari setiap pemikiran dan praktik lintas disiplin,” ujar Riyan mengingatkan.
Melalui penyampaian tentang miskonsepsi itu, lanjutnya, kita ingin menekankan pentingnya sebuah pemahaman yang lebih mendalam tentang cara berpikir, berperilaku, dan membangun sebuah identitas di dalam masyarakat. Pemahaman ini merupakan manifestasi dari sebuah proses intelektual, sekaligus modal penting dalam sebuah kerja kebudayaan.
Menurut Riyan miskonsepsi tentang kebudayaan memiliki dampak yang sangat serius bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal di masa depan, terutama generasi muda yang menjadi penerus estafet peradaban.
“Kesalahpahaman ini tidak hanya melemahkan identitas budaya lokal, tetapi juga dapat menyebabkan disorientasi nilai, ketidakseimbangan sosial, dan bahkan hilangnya tradisi,” jelasnya.
Generasi muda berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, memastikan bahwa identitas budaya tetap hidup dan berkembang.
Di era modern seperti sekarang, kebudayaan tidak bisa hanya dipertahankan dalam bentuk praktik tradisional, tetapi harus berkembang agar tetap relevan sesuai dengan zamannya. Generasi muda membawa kreativitas yang memastikan kebudayaan tetap dinamis, tidak statis, dan mampu bersaing di panggung global. Meskipun globalisasi sering kali membawa dominasi budaya asing yang dapat mengikis identitas budaya lokal.
“Generasi muda adalah garda terdepan dalam melindungi identitas ini. Tanpa peran generasi muda, identitas budaya lokal berisiko tergeser oleh homogenisasi budaya global,” ungkap Riyan.
Untuk itu, Riyan berharap, kepengurusan Akademi Lampung dan Dewan Kesenian Lampung periode 2024-2028 dapat bersinergi dengan banyak pihak dan membawa perubahan pada pemajuan kebudayaan Lampung, serta mampu merangkul setiap pelaku kebudayaan di luar kepengurusan sebagai mitra kerja yang kolaboratif.
Christian Saputro
Every second is change,
Every second is chance.
Do your sevice with integrity,
full heart and full capacity.